"Dunia terasa berputar. Bukan karena euforia kemenangan, tapi karena sesuatu yang jauh lebih menakutkan." Kalimat itu terucap lirih dari bibir Gregoria Mariska Tunjung, pebulutangkis tunggal putri andalan Indonesia. Suaranya tenang, namun menyimpan gurat perjuangan yang mendalam.
Saya masih ingat betul, beberapa bulan lalu, nama Gregoria membahana di berbagai media olahraga. Kemenangan demi kemenangan diraihnya, performanya menanjak, dan harapan bangsa bertumpu di pundaknya. Namun, tiba-tiba, namanya menghilang dari daftar pemain di berbagai turnamen penting, termasuk Piala Sudirman 2025 yang sangat dinantikan. Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan. Apa yang terjadi?
Kini, teka-teki itu terjawab. Gregoria membuka tabir, mengungkapkan sebuah perjuangan yang tak terlihat di lapangan, sebuah pertempuran melawan diri sendiri, melawan vertigo yang menyerangnya tanpa ampun.
Ketika Dunia Berputar di Luar Kendali

Vertigo. Sebuah kata yang mungkin terdengar ringan bagi sebagian orang. Namun, bagi mereka yang pernah mengalaminya, vertigo adalah neraka yang sesungguhnya. Dunia terasa berputar, keseimbangan hilang, mual menyerang, dan rasa takut mencengkeram.
Gregoria menceritakan, serangan vertigo itu datang tiba-tiba, tanpa peringatan. Awalnya, ia mengira hanya pusing biasa akibat kelelahan. Namun, lama kelamaan, ia menyadari ada sesuatu yang salah.
"Pertama kali kena itu akhir Maret. Awalnya aku pikir cuma pusing biasa karena kecapekan, tapi ternyata makin lama makin parah. Aku langsung ke dokter dan ternyata vertigo," ungkap Gregoria dengan nada getir.
Serangan vertigo itu bisa berlangsung selama empat hingga lima jam. Bayangkan, seorang atlet dengan fisik prima, tiba-tiba tak berdaya, terbaring lemah, dan tak bisa melakukan apa pun selain menunggu serangan itu mereda. Ini bukan hanya mengganggu latihan, tapi juga mengancam kariernya.
"Vertigo ini ganggu banget. Aku jadi susah latihan, bahkan kadang-kadang nggak bisa bangun dari tempat tidur. Aku juga jadi takut kalau mau tanding, takut tiba-tiba kena serangan vertigo di lapangan," lanjutnya.
Ketakutan itu sangat beralasan. Seorang atlet membutuhkan keseimbangan, fokus, dan ketenangan. Vertigo merampas semua itu. Bagaimana mungkin seorang pebulutangkis bisa melompat, memukul shuttlecock, dan bergerak lincah di lapangan jika dunia terasa berputar di sekelilingnya?
Mencari Akar Masalah dan Jalan Keluar

Mengetahui penyebab vertigo adalah langkah awal untuk mengatasinya. Gregoria tidak tinggal diam. Ia berkonsultasi dengan dokter spesialis, menjalani berbagai pemeriksaan, dan mencari tahu apa yang memicu serangan vertigo tersebut.
"Aku sudah periksa ke dokter THT dan dokter saraf. Kata dokter, vertigo aku ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah stres dan kurang istirahat," jelas Gregoria.
Sebagai seorang atlet profesional, tekanan untuk selalu tampil prima dan meraih kemenangan adalah hal yang tak terhindarkan. Jadwal latihan yang padat, tuntutan dari pelatih dan penggemar, serta ekspektasi yang tinggi dari diri sendiri, bisa menjadi beban yang berat. Belum lagi, faktor perjalanan yang melelahkan, perbedaan waktu, dan perubahan cuaca.
"Aku sadar, aku memang kurang istirahat dan sering stres. Aku terlalu fokus sama latihan dan pertandingan, sampai lupa sama kesehatan diri sendiri," akunya.
Pengakuan Gregoria ini adalah sebuah kejujuran yang menyentuh. Seorang atlet yang selama ini kita lihat kuat dan tangguh di lapangan, ternyata juga memiliki kelemahan dan kerentanan. Ia juga manusia biasa yang bisa merasa lelah, stres, dan sakit.
Setelah mengetahui penyebabnya, Gregoria mulai mengambil langkah-langkah untuk mengatasi vertigo tersebut. Ia mengubah pola hidupnya, mulai dari mengatur jadwal istirahat, mengurangi stres, hingga menjaga pola makan.
"Aku sekarang lebih memperhatikan istirahat. Aku juga belajar untuk mengelola stres dengan meditasi dan yoga. Selain itu, aku juga menjaga pola makan dan minum air putih yang cukup," ujarnya.
Selain itu, Gregoria juga menjalani terapi fisik untuk melatih keseimbangannya. Ia berlatih dengan alat-alat khusus dan dibimbing oleh fisioterapis yang berpengalaman.
"Terapi fisik ini penting banget untuk melatih keseimbangan aku. Aku juga belajar teknik-teknik untuk mengatasi vertigo saat serangan itu datang," jelasnya.
Lebih dari Sekadar Pemulihan Fisik: Perjuangan Mental

Pemulihan dari vertigo bukan hanya tentang memulihkan kondisi fisik, tapi juga tentang memulihkan kondisi mental. Serangan vertigo bisa meninggalkan trauma yang mendalam, rasa takut yang menghantui, dan keraguan yang merongrong kepercayaan diri.
Gregoria mengaku, ia sempat merasa down dan kehilangan semangat. Ia merasa tidak yakin bisa kembali ke performa terbaiknya.
"Awalnya aku sempat putus asa. Aku pikir, apa aku bisa balik lagi ke performa aku yang dulu? Apa aku bisa terus bersaing di level tertinggi?" ungkapnya dengan nada sendu.
Namun, Gregoria tidak menyerah. Ia bangkit dari keterpurukan, memompa semangatnya kembali, dan bertekad untuk melawan vertigo. Ia menyadari, perjuangan ini bukan hanya tentang dirinya sendiri, tapi juga tentang harapan bangsa dan inspirasi bagi banyak orang.
"Aku sadar, aku nggak boleh nyerah. Aku harus bangkit dan membuktikan bahwa aku bisa mengatasi vertigo ini. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk Indonesia," tegasnya.
Gregoria mendapatkan dukungan penuh dari keluarga, teman, pelatih, dan tim medis. Mereka selalu memberikan semangat, motivasi, dan bantuan yang ia butuhkan. Dukungan ini sangat berarti baginya.
"Aku berterima kasih banget sama semua orang yang sudah mendukung aku. Dukungan mereka sangat berarti buat aku," ujarnya.
Selain itu, Gregoria juga mendapatkan inspirasi dari para atlet lain yang pernah mengalami cedera atau sakit. Ia belajar dari pengalaman mereka, mengambil pelajaran dari perjuangan mereka, dan meniru semangat mereka.
"Aku banyak belajar dari atlet-atlet lain yang pernah mengalami cedera atau sakit. Mereka membuktikan bahwa kita bisa bangkit dari keterpurukan dan kembali ke performa terbaik kita," jelasnya.
Menatap Masa Depan dengan Optimisme dan Semangat Baru

Kini, kondisi Gregoria semakin membaik. Serangan vertigo sudah jarang datang dan ia sudah bisa berlatih dengan normal. Ia mulai mengikuti turnamen-turnamen kecil untuk mengembalikan kepercayaan dirinya.
"Alhamdulillah, kondisi aku sudah semakin membaik. Aku sudah bisa latihan dengan normal dan mulai ikut turnamen-turnamen kecil," ujarnya dengan senyum sumringah.
Gregoria belum bisa memastikan kapan ia akan kembali ke performa terbaiknya. Namun, ia yakin, dengan kerja keras, disiplin, dan semangat pantang menyerah, ia akan bisa mencapai tujuannya.
"Aku nggak tahu kapan aku bisa balik lagi ke performa terbaik aku. Tapi, aku yakin, dengan kerja keras, disiplin, dan semangat pantang menyerah, aku akan bisa mencapai tujuanku," tegasnya.
Gregoria berharap, pengalamannya ini bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang, khususnya bagi para atlet muda. Ia ingin menyampaikan pesan bahwa setiap orang pasti pernah mengalami kesulitan dan tantangan. Namun, yang terpenting adalah bagaimana kita bangkit dari kesulitan tersebut dan terus berjuang untuk meraih impian.
"Aku berharap, pengalaman aku ini bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang. Aku ingin menyampaikan pesan bahwa setiap orang pasti pernah mengalami kesulitan dan tantangan. Tapi, yang terpenting adalah bagaimana kita bangkit dari kesulitan tersebut dan terus berjuang untuk meraih impian," pesannya.
Gregoria Mariska Tunjung adalah bukti nyata bahwa semangat pantang menyerah bisa mengalahkan segala rintangan. Ia adalah inspirasi bagi kita semua untuk terus berjuang, terus bermimpi, dan terus memberikan yang terbaik.
Turnamen dan Kondisi Gregoria
Berikut adalah rekapitulasi data terkait turnamen yang dilewatkan Gregoria dan kondisi kesehatannya:
Periode Waktu | Turnamen yang Dilewatkan | Alasan Absen | Kondisi Kesehatan | Tindakan yang Dilakukan |
---|---|---|---|---|
Akhir Maret - Mei 2024 | Beberapa turnamen BWF (tidak spesifik) | Vertigo Parah | Serangan vertigo tiba-tiba, berlangsung 4-5 jam, mempengaruhi keseimbangan dan fokus | Konsultasi dokter THT dan saraf, pemeriksaan medis, perubahan pola hidup (istirahat, stres, makan), terapi fisik |
Piala Sudirman 2025 | Piala Sudirman 2025 | Vertigo Parah | Masih dalam proses pemulihan, belum siap untuk turnamen besar | Fokus pada pemulihan fisik dan mental, mengikuti turnamen kecil untuk mengembalikan kepercayaan diri |
Data ini menunjukkan betapa seriusnya dampak vertigo terhadap karier Gregoria. Absennya dia di turnamen penting seperti Piala Sudirman 2025 adalah kerugian besar bagi tim Indonesia. Namun, yang lebih penting adalah kesehatan dan kesejahteraan Gregoria. Kita semua berharap dia bisa segera pulih dan kembali berlaga di lapangan dengan semangat yang membara.
Kisah Gregoria adalah pengingat bahwa di balik gemerlap dunia olahraga, ada perjuangan manusiawi yang penuh dengan tantangan dan air mata. Namun, di atas segalanya, ada harapan, ada semangat, dan ada keyakinan bahwa kita bisa bangkit dari keterpurukan dan meraih impian kita. Gregoria Mariska Tunjung, teruslah berjuang! Kami mendukungmu!